Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendukung Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren yang dibahas DPR dan pemerintah disahkan menjadi UU. MUI menilai RUU Pesantren akan menjadikan pendidikan di pesantren setara dengan pendidikan di sekolah umum. AGEN POKER TERPERCAYA
"MUI mendukung RUU Pesantren untuk segera disahkan dengan harapan dapat memberikan pengakuan kesetaraan dan keadilan terhadap lembaga pendidikan pesantren sehingga menjadi satu kesatuan dari sebuah Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)," kata Wakil Ketum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi kepada wartawan, Sabtu (21/9/2019).
Pesantren, menurut Zainut, selama ini menjadi bagian yang terpisah dari Sisdiknas sehingga tidak diberlakukan adil, mulai dari kurikulum hingga anggaran APBN maupun APBD. Padahal, dia menyebut pesantren memiliki peran yang besar mengusir penjajah di Indonesia.
"Padahal pondok pesantren memiliki peran kesejarahan yang sangat besar dalam merebut dan mengusir penjajah dari Bumi Pertiwi. Juga dalam mengawal, dan mempertahankan NKRI," ucap dia.
"Sehingga tidak pada tempatnya memperlakukan pesantren menjadi anak tiri di negerinya sendiri," imbuh Zainut. AGEN POKER TERBESAR INDONESIA
Zainut menjelaskan, berdasarkan data Pendis Education Management Information System (EMIS) tahun 2015/2016, jumlah pondok pesantren yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia sebanyak 28.984 Pondok Pesantren dan. Dia berharap diskrimnasi terhadap pesantren akan berakhir dengan adanya UU khusus pesantren.
"Hal tersebut merupakan jumlah yang sangat besar dan harus mendapat perhatian dan perlindungan serius dari Pemerintah. Pondok pesantren tersebut hampir semuanya dikelola secara mandiri oleh masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, baik Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persatuan Islam (PERSIS), Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Dewan Dakwah Islamiyah dan yang lainnya," jelas dia.
Dia meyakini RUU Pesantren dapat memperkuat fungsi pesantren baik sebagai pendidikan, dakwah maupun pemberdayaan ekonomi umat.
"UU Pesantren juga harus tetap mempertahankan ciri khas pesantren dan kemandirian pesantren. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan tradisi dan nilai-nilai yang hidup dan tumbuh di pesantren sebagai lembaga pendidikan yang memiliki ciri khas yang menanamkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT dan menanamkan nilai-nilai cinta tanah air dan kebhinnekaan Indonesia," tutur dia.
Sebelumnya, PP Muhammadiyah bersama sejumlah ormas Islam menyurati Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Bambang Soesatyo untuk menunda pengesahan RUU Pesantren. Muhammadiyah menilai RUU Pesantren tidak mengakomodasi aspirasi semua ormas Islam.
Surat permintaan penundaan pengesahan RUU Pesantren itu diteken Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas dan Sekretaris Umum Abdul Mu'ti pada 17 September 2019. Surat ditembuskan ke Presiden RI, Ketua Komisi X DPR RI, dan Ketua Komisi VIII DPR RI.
Selain Muhammadiyah, ormas Islam yang turut meminta penundaan pengesahan RUU Pesantren, yaitu Aisyiyah, Al Wasliyah, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Persatuan Islam (Persis), Dewan Dakwah Islamiyah (DDI), Nahdlatul Wathan (NW), Mathla'ul Anwar, Badan Kerja sama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI), dan Pondok Pesantren Darunnajah. Surat juga dilampiri dengan pendapat ormas Islam yang meminta penundaan pengesahan RUU Pesantren.
"Setelah mengkaji secara mendalam RUU Pesantren, dengan memperhatikan aspek filosofis, yuridis, sosiologis, antropologis, dan perkembangan serta pertumbuhan pesantren dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka kami menyampaikan permohonan kiranya saudara Ketua DPR RI berkenan menunda pengesahan.
RUU Pesantren menjadi undang-undang karena, pertama: belum mengakomodir aspirasi ormas Islam serta dinamika pertumbuhan dan perkembangan pesantren, kedua: materi RUU Pesantren diusulkan untuk dimasukkan dalam revisi Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional," demikian petikan surat tersebut seperti dilihat detikcom, Kamis (19/9).
#SUMBER
0 Komentar