Namun pemerintah tidak tinggal diam menyikapi putusan MA yang diketok pada Selasa 16 Juli 2019 lalu. Pemerintahan Jokowi akan melakukan perlawanan hukum melalui Peninjauan Kembali (PK) ke MA.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Jaksa Agung HM Prasetyo selaku pengacara negara. Sebagai Tergugat II, Menteri LHK akan menunggu salinan putusan kasasi dari MA.
"Kita akan melakukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. Dan saya akan koordinasi kepada Jaksa Agung sebagai pengacara negara, jadi kita akan lakukan," kata Siti Nurbaya saat dihubungi di Jakarta, Sabtu 20 Juli 2019.
Siti mengatakan, akan mempelajari dokumen tersebut bersama beberapa pihak yang digugat. Dia juga mengklaim sudah mempunyai analisis tentang apa saja yang digugat.
"Ya saya harus lihat dulu dokumennya. Tapi walaupun seperti itu, kita punya analisis tentang apa-apa yang digugat, sebab tahun lalu kan ketika mereka menang di pengadilan tinggi kan, juga kita tahu juga," kata Siti.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyatakan, pihaknya akan membela Presiden Joko Widodo atau Jokowi dengan melakukan PK atas putusan MA. Jaksa Agung akan mencarikan novum atau bukti baru terkait kasus Karhutla di Kalimantan.
"Kita akan cari novum hal-hal yang baru yang bisa kita sampaikan. Sehingga nanti dicerna dengan baik oleh pihak pemutus, MA diharapkan putusannya akan berbeda," kata Prasetyo di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (21/7/2019).
Dalam pengajuan PK, Jaksa Agung akan berkoordinasi dengan beberapa pihak terkait. Termasuk juga dengan kejaksaan-kejaksaan di bawahnya.
"Karena jaksa adalah pengacara negara dan kita tentunya akan mewakili negara di dalam," ujarnya.
Prasetyo menegaskan, apa yang ia lakukan bukan untuk membantu Jokowi secara pribadi. Tapi yang ia bela yakni Jokowi sebagai pemimpin negara. Agen Bola Terpercaya
"Pak Jokowi kan digugat bukan sebagai pribadi, tapi sebagai pemimpin negara. Nah kita harus tampil sebagai pengacara kepala negara dan pemerintahan," ucapnya menjelaskan.
Desak Pemerintah Kooperatif
Koalisi masyarakat peduli lingkungan mendesak pemerintah menjalankan putusan kasasi MA terkait kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan.
Arie Rompas, penggugat sekaligus aktivis dari Greenpeace Indonesia, mengingatkan pemerintah harus menunjukkan sikap kooperatif terhadap putusan hukum dalam kasus kebakaran hutan.
"Kami sarankan bagaimana hal-hal yang sifatnya urgent hari ini harus segera dieksekusi. Seharusnya pemerintah menunjukan komitmen dan menjalankan putusan ini, karena kami yakin pemerintah patuh atas hukum," ujar Arie dalam konferensi pers di Kantor Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Jakarta, Minggu (21/7/2019).
Ia juga mengingatkan agar putusan kasasi tidak dianggap sebagai ajang menang atau kalah bagi pemerintah. Sehingga jika kalah, pemerintah akan mengakukan Peninjauan Kembali (PK).
Arie menilai, jika pemerintah melakukan PK maka sama saja mengkhianati amanat undang-undang. Apalagi pemerintah sudah tiga kali kalah dalam kasus kebakaran hutan ini.
Di tingkat peradilan pertama, pemerintah kalah di Pengadilan Negeri Palangkaraya. Langkah hukum kembali diambil di tingkat banding, namun lagi-lagi pemerintah kalah. Terakhir, pemerintah mengajukan kasasi ke MA dan ditolak.
"Jangan sebatas melakukan PK, ini kemenangan pemerintah juga. Saat ini, Kalimantan Tengah diselimuti kabut asap. Kami catat dari 1 Juli sampai 8 Juli ada 25 titik api dan kalau itu dibiarkan akan terus bertambah," kata Arie menandaskan. Agen Poker Indonesia Terbesar
Sementara itu, Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nur Hidayati menuntut agar pemerintah membangun rumah sakit khusus paru dan dampak asap akibat kebakaran hutan. Hal ini menyusul ditolaknya permohonan kasasi pemerintah oleh MA.
"Tergugat (pemerintah) melakukan upaya yang menjamin keselamatan warga dari dampak kebakaran hutan dan lahan dengan mendirikan rumah sakit khusus paru dan dampak asap, membebaskan biaya korban asap, serta menyediakan tempat dan mekanisme evakuasi bagi korban dampak asap," ujar Nur, Jakarta, Minggu (21/7/2019).
Nur menegaskan bukan tanpa sebab ada tuntutan pendirian rumah sakit. Selama ini, pemerintah dianggap tidak merasa ada tanggung jawab atau beban terhadap masyarakat yang berobat. Padahal, menurut Nur, biaya akomodasi masyarakat terdampak asap merupakan tanggung jawab pemerintah.
"Selama ini merasa tidak terlalu terbebani karena biaya mengungsi dibayar masyarakat sendiri. Kalau semua masyarakat jadi korban bencana mengganti ongkos-ongkosnya mungkin membuat pemerintah berfikir," tandasnya.
Selain mendirikan rumah sakit, pemerintah juga diminta melakukan pengkajian dan evaluasi atas sejumlah izin lahan. Sekiranya, perlu ada reduksi izin jika penggunaan lahan berpotensi menyebabkan kebakaran hutan dan lahan.
#SUMBER
0 Komentar